Kamis, 03 Oktober 2013

ETIKA BISNIS

Pengertian etika
Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno: "ethikos", berarti timbul dari kebiasaan. Etika  adalah sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.

Tujuan-tujuan etika
- Etika membantu kita untuk mampu mengambil sikap yang tepat pada saat menghadapi konflik nilai.
- Etika membantu kita untuk mengambil sikap yang tepat dalam menghadapi tranformasi disegala bidang kehidupan sebagai akibat modernisasi.
- Etika memampukan kita untuk selalu bersikap kritis terhadap berbagai ideologi baru.
- Etika merupakan sarana pembentuk sikap kritis para mahasiswa (khusus untuk mahasiswa).


Etika sebagai Filsafat Moral
Etika merupakan ilmu kritis-sistematis tentang moraltas atau yang baik dan yang buruk dari manusia sebagaimana dapat dimaknai melalui kata-kata atau tindakannya. Patokannya adalah norma serta sistem yang dijunjung tinggi masyarakat karena telah terbukti benar dan baik sebagai norma moral atau sebagai sistem nilai. Norma serta sistem nilai pada dirinya sendiri adalah baik karena telah mengembangkan dan melestarikan hidup manusia dan menjadikan manusia sebagai makhluk humani dalam kebersamaan hidup sebagai komunitas atau sebagai masyarakat. Ada tiga jenis berpikir falsafi tentang moralitas manusia, yaitu:
- Berpikir falsafi sebagai penyelidikan empirik-deskriptif atau fakta moral (perilaku manusia).
- Berpikir normatif
- Berpikir analitis, kritis, dan metaetis.

Pengertian etika bisnis menurut para ahli
·         Menurut Velasques (2002)
Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis.
·         Menurut Steade et al (1984: 701)
Etika bisnis adalah standar etika yang berkaitan dengan tujuan dan cara membuat keputusan bisnis.
·         Menurut Hill dan Jones (1998)
Etika bisnis merupakan suatu ajaran untuk membedakan antara salah dan benar guna memberikan pembekalan kepada setiap pemimpin perusahaan ketika mempertimbangkan untuk mengambil keputusan strategis yang terkait dengan masalah moral yang kompleks.
·         Menurut Sim (2003)
Etika adalah istilah filosofis yang berasal dari "etos," kata Yunani yang berarti karakter atau kustom. Definisi erat dengan kepemimpinan yang efektif dalam organisasi, dalam hal ini berkonotasi kode organisasi menyampaikan integritas moral dan nilai-nilai yang konsisten dalam pelayanan kepada masyarakat.

Tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika bisnis
- Utilitarian Approach 
setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
- Individual Rights Approach 
setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
- Justice Approach 
para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.

 Tingkatan Etika Bisnis
Weiss (1995:9) mengutip pendapat Carroll  (1989) membahas lima tingkatan etika bisnis, yaitu:
1. Tingkat individual, menyangkut apakah seseorang akan berbohong mengenai rekening pengeluaran, mengatakan rekan sejawat sedang sakit karena tidak ada di tempat kerja, menerima suap, mengikuti saran teman sekerja sekalipun melampaui perintah atasan. Jika masalah etis hanya terbatas pada tanggung jawab individual, maka seseorang harus memeriksa motif dan standar etikanya sebelum mengambil keputusan.
2.   Tingkat organisasional, masalah etis muncul apabila seseorang atau kelompok orang ditekan untuk mengabaikan atau memaafkan kesalahan yang dilakukan oleh sejawat demi kepentingan keharmonisan perusahaan atau jika seorang karyawan disuruh melakukan perbuatan yang tidak sah demi keuntungan unit kerjanya.
3.  Tingkat asosiasi, seorang akuntan, penasihat,dokter, dan konsultan manajer harus melihat anggaran dasar atau kode etik organisasi profresinya sebagai pedoman sebelum ia memberikan saran pada kliennya.
4.  Tingkat masyarakat, hukum, norma, kebiasaan dan tradisi menentukan perbuatan yang dapat diterima secara sah. Ketentuan ini tidak mesti berlaku sama di semua negara. Oleh karena itu, kita perlu berkonsultasi dengan orang atu badan yang dapat dipercaya sebelum melakukan kegiatan bisnis di negara lain.
5.   Tingkat internasional, masalah-msalah etis menjadi lebih rumit untuk dipecahkan karena faktor nilai-nilai dan budaya, politik dan agama ikut berperan. Oleh karena itu, konstitusi, hukum, dan kebiasaan perlu dipahami dengan baik sebelum seesorang mengambil keputusan.

Ciri-Ciri Bisnis Beretika
1.      Ketaatan pada Hukum dan Aturan
Pelaku usaha dikatakan menyimpang dari aturan dan hukum bila tidak mengindahkan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang (contoh: Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang tentang Pangan, Undang-Undang Lingkungan, dsb.) atau mengingkari kesepakatan yang telah dibuat oleh para pihak (contoh: perjanjian).
•Pengembang yang menjual rumah dengan mengabaikan persyaratan legalitas maupun ketentuan standar keselamatan.
•Perusahaan yang mempekerjakan anak, melanggar ketentuan cuti hamil dan cuti bersalin, libur dan dan istirahat karyawan.
•Perusahaan yang memungut imbalan atau jaminan uang atas pekerjaan yang diberikan kepada karyawan.
•Perusahaan yang menjual produk yang rusak, daluarsa, dan berbahaya.
•Pengelola parkir yang mencantumkan klausula eksonerasi (pengingkaran atau pengalihan tanggungjawab) atas risiko kehilangan kendaraan atau barang dalam kendaraan yang di parkir di wilayahnya.
•Perusahaan yang menggunakan iklan yang menyesatkan.
2.      Akuntabilitas
Pelaku dikatakan tidak menerapkan prinsip akuntabilitas bila pelaku usaha tidak menerapkan prinsip-prinsip usaha yang sehat dan bertanggungjawab, yang meliputi tahapan perencanaan, perancangan, produksi, pemasaran, penjualan, dan pelayanan purna jual. Asas ini mengharuskan pelaku usaha menjalankan usaha dengan profesional dan bertanggungjawab. Berikut ini contoh perusahaan yang tidak akuntabel bila:
•Manager investasi yang menanamkan uang klien pada investasi yang berisiko tinggi hanya demi mengejar ’rente’.
•Produsen yang tidak cermat dalam mengolah produk sehingga membahayakan kesehatan konsumen;
•Perusahaan periklanan membuat iklan yang tidak sesuai dengan kenyataan, menyudutkan pesaing, dan cenderung merupakan muslihat.
•Kontraktor bangunan mengabaikan konstruksi bangunan sehingga membahayakan konsumen.
3.      Responsibilitas
Responsibilitas adalah suatu sikap bertanggungjawab atas suatu kerugian yang dikeluhkan konsumen, atau yang didesakkan oleh masyarakat tentang suatu penyimpangan. Perusahaan mestinya memegang teguh janji yang harus ditepati, dan segera menepatinya. Dalam dunia usaha, penyimpangan yang banyak terjadi adalah pengalihan tanggungjawab (eksonerasi), yang mana pelaku usaha secara sepihak memutuskan untuk tidak bertanggungjawab atas risiko kerugian yang diderita konsumen, meskipun barang tersebut dalam wilayah kekuasaan pengelola parkir. Contoh pelaku usaha yang tidak bertanggungjawab:
•Penjual menolak memberi ganti rugi atas kerusakan barang yang merugikan pembeli;
•Pengelola parkir yang menolak mengganti kerugian atas kendaraan yang hilang di wilayah parkirnya;
•Perusahaan yang menolak membantu biaya perawatan rumah sakit pada karyawan yang mengalami kecelakaan kerja.
4.      Transparansi
Pelaku usaha disebut transparan apabila mereka memberikan informasi secara proporsional dan efektif. Seringkali pelaku usaha sengaja menutupi atau menyembunyikan informasi tertentu kepada konsumen dengan tujuan mengelabui atau memanipulasi kesan.
Contoh pelanggaran diantaranya:
•Penjual barang tidak menginformasikan cacat yang tersembunyi kepada konsumen.
•Perusahaan pembiayaan konsumen tidak menjelaskan risiko hukum yang timbul bila terjadi wanprestasi.
•Produsen obat tidak mencantumkan efek samping obat yang dijual.
5.      Kejujuran
Kejujuran adalah suatu nilai dimana pelaku usaha mengatakan sesuatu dengan sebenar-benarnya, tanpa ada yang dipalsukan atau disembunyikan. Dalam praktik, banyak pelaku usaha yang membuat iklan atau promosi yang manipulatif, menutupi cacat, membuat kesan yang menyesatkan, dan sebagainya.
Contoh pelanggaran:
•Penjual obat mengklaim obatnya bisa menyembuhkan bermacam-macam penyakit seketika.
•Pemilik toko memasang iklan menjual barang diskon, yang sebenarnya hanya bermaksud menggiring orang orang membeli barang lain.
•Bank menentukan sepihak menaikkan beban tagihan yang sudah disepakati semula.
6.      Independensi
Independen artinya mandiri, tidak dipengaruhi oleh pihak lain. Pelaku usaha yang berbisnis dibawah tekanan dari pihak lain. Pelaku usaha yang berbisnis dibawah tekanan dari pihak lain tidak akan bisa menghasilkan produk maupun proses yang bisa dipertanggungjawabkan. Pelaku usaha yang independen akan berpedoman pada keyakinan dan kompetensinya sehingga produk yang dihasilkan diyakini aman dan memberi manfaat terbaik bagi konsumen. Contoh adanya intervensi:
•Pengembang ’menyunat’ spesifikasi konstruksi perumahan agar bisa menyisihkan sejumlah uang untuk para pejabat pemerintah bagian perijinan.
•Anggota asosiasi usaha dilarang menjual barang atau jasa dibawah harga yang sudah dipatok oleh asosiasi, meskipun harga rendah tersebut sudah menguntungkan.
• Pengelola media massa hanya boleh menyampaikan berita-berita yang tidak ’menyinggung’ penguasa.
7.      Empati
Bisnis yang berempati artinya bisnis yang bisa memperlakukan pihak lain sebagaimana dirinya mau diperlakukan. Ini selaras dengan ajaran ’the golden rule’.
Contoh pelanggaran diantaranya:
•Perusahaan pembiayaan tidak mau tahu kesulitan konsumen untuk membayar angsuran meskipun yang bersangkutan sedang di rawat di rumah sakit.
•Penjual menjual produk yang membahayakan keselamatan konsumen.
•Pengerah tenaga kerja memeras para TKI.


Sumber:







Tidak ada komentar:

Posting Komentar